Minggu, 27 November 2016

WANATANI KARET

WANATANI KARET

Agroforestri Karet Dengan Tanaman Buah

Wanatani atau sering disebut agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll) dengan tanaman pertanian da/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara berbagai komponen yang ada.

Secara tradisional sebagian besar kebun karet rakyat di indonesia dibangun melalui sistem tebas-tebang- bakar baik dari hutan sekunder maupun hutan karet tua.  Tanaman karet asal seedling/ biji sapuan ditanam secara tidak beraturan dengan kerapatan tinggi.  Kemudian, selama dua sampai tiga tahun pertama ditumpangsarikan dengan tanaman pangan.  Pengelolaan kebun dilakukan secara ekstensif, dengan penyiangan minimal tanpa pemupukan yang berarti sehingga berbagai vegetasi bekas hutan sekunder tumbuh secara alami bersama dengan tanaman karet.  Kondisi demikian menyebabkan pola kebun karet menyerupai hutan dengan dominasi tanaman karet, sehingga sistem ini dikenal juga sebagai hutan karet.

 Pye dan Smith (2003) dari World agroforestry Centre mengklasifikasikan sistem berbasis karet di indonesia berdasarkan intensitas pengelolaan.  Perkebunan karet monokulur yang dikelola secara intensif memiliki kurang dari 1% pohon non karet yang tumbuh secara alami di lahan.  Pada agroforestri karet sederhana, pohon non karet yang sengaja ditanam atau hasil regenerasi alami yang dipertahankan menempati sepertiga dari luas lahan, terdiri dari 5 - 20 spesies non-karet dengan tinggi lebih dari 2 meter, dan terdiri dari 5 - 20 spesies pohon non-karet yang memiliki tinggi sama dengan pohon karet atau lebih tinggi dari pohon karet yang ada.

Agroforest karet kompleks memiliki minimal sepertiga dari total luas lahan ditempati oleh spesies pohon selain karet. Sistem ini memiliki lebih dari 20 spesies non-karet dengan tinggi lebih dari 2 meter dan lebih dari 20 spesies pohon non-karet setinggi atau lebih tinggi dari pohon karet. Sistem agroforest karet yang sangat kompleks di daerah Jambi disebut sebagai kebun karet tua dan di Kalimantan Barat dikenal dengan nama tembawang. Pada sistem ini, minimal dua pertiga dari total luas lahan ditempati oleh spesies pohon non-karet yang menghasilkan produk-produk lain seperti buah-buahan, resin, kayu, obat-obatan yang mungkin memiliki nilai lebih penting bagi para petani daripada getah karet. Kebun karet tua merupakan tahap terakhir dari siklus kebun karet sebelum ditebang dan ditanami ulang dengan karet atau tanaman pertanian lainnya.

Para peneliti telah merancang tiga sistem agroforestri karet (RAS - Rubber Agroforestry Systems) dengan tujuan untuk mengintensifkan sistem dengan hasil rendah yang saat itu dipraktikkan oleh sebagian besar petani pada tingkat yang bervariasi.

Sistem yang paling kurang intensif dikenal sebagai RAS 1 yaitu mirip dengan sistem karet campur yang ada saat ini dengan satu perbedaan yang terlihat jelas.  Para petani menggunakan karet klon berproduksi tinggi  bukan karet liar yang rendah produksinya. Untuk mengurangi biaya pembangunan kebun karet tipe RAS 1, pada tahun pertama para petani menanam tanaman pangan di antara tanaman karet. Penyiangan hanya dilakukan di antara barisan pohon karet dan vegetasi alami dibiarkan tumbuh di antara barisan karet. Para petani juga didorong untuk memilih dan mempromosikan spesies bermanfaat lainnya yang merupakan sisa-sisa dari sistem kebun karet tua sebelumnya seperti pohon buah-buahan, kayu dan penghasil resin.

Tumpang Sari Padi di Kebun Karet


RAS 2 adalah sistem agroforestri yang lebih kompleks, melibatkan penanaman pohon penghasil kayu, buah dan karet dengan kepadatan pohon karet 550 batang dan pohon non karet 90 - 250 batang per hektar. Sistem ini lebih intensif daripada RAS 1 karena membutuhkan frekuensi penyiangan yang lebih tinggi dan penggunaan pupuk yang lebih rutin. Para petani didorong untuk menanam padi ladang (lahan kering)  dan tanaman pangan lain yang bisa dijual selama dua atau tiga tahun pertama sambil menunggu proses pertumbuhan pohon karet.

Sistem ketiga yang dirancang oleh World Agroforestry Centre (RAS 3) bertujuan untuk merehabilitasi padang alang-alang di Kalimantan yang telah terdegradasi. Seperti RAS 2, RAS 3 adalah sistem agroforestri kompleks dengan pohon karet dan pohon lain yang ditanam dengan kepadatan sama. Pada tahun pertama, para petani menanam tumbuhan kacang-kacangan penutup tanah dan tanaman pohon tahunan untuk menekan pertumbuhan alang-alang (Imperata grassland).

Sumber  :
Pye-Smith C. 2013. AGROFORESTRI KARET: BENARKAH KAYA AKAN IMBAL JASA LINGKUNGAN? Penelitian di Indonesia ini dilakukan untuk menggali informasi mengenai upaya petani-petani kecil dalam meningkatkan produksi karet, mempertahankan keanekaragaman hayati, dan menyediakan keuntungan tambahan berupa jasa lingkungan. In: Tarman AE, Janudianto, dan Rahayu S, eds. Trees for Change no.08. Nairobi, Kenya: World Agroforestry Centre (ICRAF). 32p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tambahkan Komentar

Sekolah Lapang Budidaya Ulat Sutera

SEKOLAH LAPANG BUDIDAYA ULAT SUTERA Sekolah Lapang Budidaya Ulat Sutera Sekolah lapang adalah kegiatan proses belajar mengajar deng...