Jumat, 28 April 2017

PERHUTANAN SOSIAL

Social Forestry


Deforestasi masih menjadi masalah krusial yang dihadapi sektor kehutanan saat ini.  Forest Watch Indonesia (FWI), laju deforestasi di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2000-2009 sekitar 1,5 juta ha pertahun dan selama tahun 2009-2013 menjadi sekitar 1,1 juta ha (antaranews.com, 25 Januari 2015).  Banyak faktor ynang memicu terjadinya deforestasi, di antaranya adalah kondisi sosial/ kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan yang relatif masih rendah, masih terbatasnya akses masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan, konflik tenurial yang sering berujung pada penyerobotan lahan, serta tidak seimbangnya permintaan dan penawaran kayu yang berpengaruh terhadap perkembangan industri perkayuan nasional.

Rendahnya kapasitas sumberdaya manusia (pendidikan, sosial, ekonomi dan informasi) mengakibatkan semakin terbatasnya akses masyarakat di dalam dan di sekitar hutan terhadap manfaat ekonomi hutan.  oleh karena itu, kapasitas masyarakat harus ditingkatkan agar akses terhadap sumberdaya hutan meningkat.  Sedangkan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia, masyarakat terlebih dahulu harus dientaskan dari kemiskinan agar memperoleh akses terhadap pendidikan dan informasi.

Menyikapi permasalahan-permasalahan di atas diperlukan penyelesaian melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat.  Pendekatan pemberdayaan masyarakat mengubah paradigma pembangunan kehutanan dari timber based forest management menjadi community based forest management.  Salah satu kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan adalah Perhutanan Sosial, sesuai dengan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83 Tahun 2016 tentang perhutanan sosial.

PENGERTIAN PERHUTANAN SOSIAL
Terdapat berbagai pendapat dalam menafsirkan istilah social forestry yang berkembang akhir-akhir ini.  Ada yang menafsirkan sebagai paradigma, ada yang berpendapat sebagai pendekatan dan ada pula yang menafsirkan sebagai sistem/model manajemen dalam pengelolaan hutan.

Menurut Westoby (1968), Social Forestry is a forestry whichs aims at producing flows of production and recreation benefits for the community, yang melihat secara umum bahwa kegiatan kehutanan yang menjamin kelancaran manfaat produksi dan kesenangan kepada masyarakat, tanpa membedakan apakah itu di lahan milik publik (negara) maupun lahan perorangan (private land).  Sementara itu, Tiwari (1983) mengartikan Social Forestry has in principle the objective to meet the basic needs of the local population from the forest i.e., fuel, fodder, food, timber, income and environtment.  Tiwari lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat lokal.

Berdasarkan PERMENLHK Nomor 83 Tahun 2016,  Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.

Hutan Desa
Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.  Masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan mendapat akses legal untuk mengelola hutan negara di mana mereka hidup dan bersosialisasi.  Hutan negara yang dapat dikelola oleh masyarakat pedesaan disebut hutan desa.  

Untuk dapat mengelola hutan desa, Kepala Desa membentuk Lembaga Desa yang nantinya bertugas mengelola hutan desa yang secara fungsional berada dalam organisasi desa.  Yang perlu dipahami adalah hak pengelolaan hutan desa ini bukan merupakan kepemilikan atas kawasan hutan, karena itu dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, serta mengubah status dan fungsi kawasan hutan.  Intinya, hak pengelolaan hutan desa dilarang digunakan untuk kepentingan luar rencana pengelolaan hutan dan harus dikelula berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari.

Dalam memanfaatkan kawasan hutan desa, baik yang berada di hutan lindung maupun hutan produksi masyarakat dapat melakukan kegiatan usaha yaitu budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, penangkaran satwa liar atau budidaya pakan ternak.  sedangkan dalam memanfaatkan jasa lingkungan dapat melalui kegiatan usaha pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan atau penyerapan dan penyimpan karbon.

Hutan Kemasyarakatan
Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat.   Kriteria kawasan yang dapat ditetapkan sebagai hutan kemasyarakatan adalah hutan produksi atau hutan lindung, tidak dibebani hak atau izin lain dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.

Tujuan pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan nilai ekonomi, nilai budaya, memberikan manfaat kepada masyarakat pengelola dan masyarakat setempat.  Hutan kemasyarakatan ditujukan untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan yang memiliki ketergantungan pada kawasan hutan tersebut dengan sistem pendekatan areal kelola/ hamparan kelola.  dalam hal ini, hutan kemasyarakatan memberikan kepastian hukum atas status kelola bagi masyarakat yang membutuhkannya. 

Hutan kemasyarakatan tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.  Sistem penguasaan yang diizinkan adalah mengelola kawasan hutan negara dengan segala pemanfaatannya.  Penguasaan lahan dalam hutan kemasyarakatan tidak dapat diperjualbelikan, tidak bisa dipindahtangankan dan tidak bisa diagunkan.  Pada kasus pengalihan penguasaan lahan atar sesama anggota di dalam kelompok dan/atau keluarga dapat dilakukan terlebih dahulu melalui musyawarah dan persetujuan kelompok.

Hutan Tanaman Rakyat
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan.  Program HTR yang dilaksanakan di tingkat petani memerlukan kepastian areal HTR yang jelas dan baik.  Areal tersebut bisa merupakan areal kawasan hutan yang tidak produktif atau ada pula merupakan areal yang sudah terlebih dahulu digarap oleh masyarakat setempat seperti exHPH atau exHTI.

Hutan Adat
Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat

Kemitraan Kehutanan 
Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan.

1 komentar:

Tambahkan Komentar

Sekolah Lapang Budidaya Ulat Sutera

SEKOLAH LAPANG BUDIDAYA ULAT SUTERA Sekolah Lapang Budidaya Ulat Sutera Sekolah lapang adalah kegiatan proses belajar mengajar deng...